Floque – Perkamen 15


Logo Jubilee(resize)Chapter Fifteen : Senior Year.

Aku masih terus berusaha lepas dari ciuman bibir Allan dan juga dekapan kedua lengannya. Sebenarnya jadi orang kurus itu tidak selamanya enak. Buktinya kayak sekarang, aku kalah kuat dengan Allan karena memang badanku lebih kurus darinya. Tapi aku harus bisa, aku mencoba menggeltiki pinggang Allan, tapi dia malah makin intens menciumi leherku. Aku sebenarnya juga menikmati sensasi yang Allan berikan terhadapku. Tapi aku juga harus sadar kalau Allan sedang dalam pengaruh minuman beralkohol. Itu yang membuatnya kehilangan akal sehatnya. Dia berbuat seperti ini sekarang, dan aku yakin setelah dia sadar, dia akan tercengang ketika tau kalau dia melakukan hal seperti ini.

Usahaku untuk menggelitikinya gagal. Aku mencoba usaha kedua, yaitu dengan mencubit pinggangnya. Aku tahu bagaimana cubitan agar terasa sakit, karena Amanda mengajariku. Dia dulu sering sekali mencubitku ketika kita berdua bertengkar. Dia sedikit melenguh kesakitan, tapi dia tetap bertahan. Sekarang tangannya mulai meraba-raba dadaku. Dan ketika jarinya memelintir salah satu putingku, tubuhku langsung bergetar menahan sensasi luar biasa tersebut. Akupun dilema, antara ingin mengikuti permainan ini, atau mencoba menyadarkannya.

 

Aku masih bingung dengan apa yang harus aku lakukan, hinga tiba-tiba Allan mengatakan sesuatu, “Kenapa putingmu begitu kecil honey…ehmmpphh,” katanya ditengah ciuman yang sedang dia luncurkan di leherku. “Dan kenapa payudaramu terasa begitu datar? Aku seperti sedang bersenggama dengan anak kecil..eehhmmpphh,” what? Apa yang dia bilang barusan? Dia bilang payudaraku kecil? Yaiyalah, aku kan bukan wanita yang mempunyai payudara. Aku ini laki-laki, jadi yang aku punya itu dada, bukan buah dada. Aku semakin kesal dibuatnya.

Apa aku harus menamparnya? Batinku. Tapi aku tidak berani. Aku kasihan, dan aku takut nanti Allan kesakitan. Tapi sepertinya itu cara paling ampuh untuk menyadarkannya. Akhirnya aku mencoba meloloskan tangan kananku dari pelukannya. Dan, yess! Bisa. Namun ketika aku hendak menamparnya aku melihat air mineral yang tergeletak di sela-sela pintu mobil. Aku pun mencoba meraihnya. Dan itu membuat Allan makin gencar menciumi tubuhku. Sekarang ciumannya sudah turun ke area perutku, karena memang aku sedang berusaha meraih botol tersebut. Nah, dapat. Aku mecoba memutar tutup botol tersebut dengan satu tangan, karena tangan kiriku masih tertahan. Ku geser tutup tersebut dengan jempolku, agak susah sih, tapi akhirnya aku bisa. Tutup tersebut jatuh. Aku langsung beringsut ke posisi semula dan ketika wajahku berhadapan dengan wajahnya, aku melihat matanya masih tertutup. Ck, pantas saja dia nggak sadar dengan apa yan dia lakukan, matanya saja tertutup. Aku langsung menyiram air mineral tersebut ke wajahnya.

“Hamp..hhhappp..hhaaapp..” dia gelagapan, karena memang isi beotol tersebut masih banyak. Tangannya yang tadi menahanku kini sibuk mengusap-usap wajahnya yang penuh air. Aku langsung bangkit, namun sialnya kepalaku malah kejedot atap mobil.

“Aaauuu,” ucapku sambil mengusap-usap kepalaku. Allan sedikit sadar, dia membuka matanya dan dia terlihat kaget dengan apa yang dia lihat sekarang. Refleks, aku langsung berignsut bangun. Lalu aku keluar dari mobil tersebut. Aku memasukan kedua kaki Allan yang masih menggantung keluar mobil. Kubenarkan posisi t-shirt dan jaketku yang bentuknya sudah acak-acakan.

Lalu aku masuk ke dalam mobil. Ku tekan tombol start engine dan mesin mobil itupun menyala. Aku menginjak tuas gas mobil tersebut dan akhirnya kami pergi meninggalkan halaman parkir rumah Jeremy. Aku melihat dari kaca spion yang berada diatas kepalaku, Allan sekarang sedang duduk dan masih terlihat bingung dengan apa yang barusan terjadi. Aku pun tak mau membahas hal tersebut dan aku tetap fokus menyetir.

“Kok baju gue basah yah?” Tanya Allan. Aku langsung bingung harus menjawab apa. Kalau aku jujur, nanti aku malah di bilang mengada-ada lagi.

Aha, aku punya ide, “Ehm.. itu tadi pas aku nyoba buat bantu kamu masuk ke dalam mobil, air mineralku tumpah,” kilahku. Mudah-mudahan aja alasanku masuk akal. Dan dia hanya mengangguk-angukan kepalanya. Lalu dia kembali memejamkan matanya.

Ponselku berdering, dan ternyata itu dari Chloe, “Halo Chloe, ada apa?” tayaku.

“Kalian masih di party?” Tanya Chloe.

“Enggak, kita udah pulang kok, ini lagi dijalan,” jawabku sambil tetap fokus ke depan.

“Oh gitu. Yaudah hati-hati.” Lanjutnya.

“Oke,” jawabku, lalu menaruh smartphoneku di dashboard mobil tersebut.

 

Kita sudah sampai di depan pagar rumah Chloe. Aku menekan klakson mobil ini dan tak lama pintu pagar terbuka otomatis. Aku langsung memasukan mobil ke teras rumah Chloe. Kemudian aku keluar dari mobil tersebut dan mencoba membangunkan Allan. Mas Paijo datang, “Bisa saya bantu mas Dave?” Tanya mas Paijo.

“Owh iya pak, saya minta tolong supaya mobil ini di parkirkan. Biar Allan saya saja yang bawa masuk,” kataku padanya. Dia menganggukan kepalanya. Ketika aku berhasil menopang tubuh Allan keluar dari mobil, mas Paijo langsung menutup pintu belakang mobil tersebut.

Aku terus memapah tubuhnya hingga masuk kedalam rumahnya dan sekarang kita sudah sampai di depan lift. Rumah Chloe memang dilengkapi dengan lift. Mungkin supaya memudahkan untuk menaiki lantai rumah ini yang mencapai empat lantai. Aku menekan tombol dua pada panel lift tersebut. Sesekali aku melirik ke arah Allan yang masih tertidur, kepalanya dia taruh di pundakku. Aku dan dia mungkin hanya berbeda beberapa senti saja. Dia lebih tinggi sedikit dariku, mengharuskan badannya agak membungkuk ketika harus menyender di pundakku.

Ting. Pintu lift terbuka, aku langsung membawa Allan masuk ke dalam kamarnya. Aku tahu karena Chloe bilang kamar Allan itu bersebelahan dengan kamarnya. Aku memutar knop pintu kamar tersebut, dengan sekali sentak pintu itu langsung terbuka. Aku menidurkan tubuh Allan diatas tempat tidur berukuran king size. Aku mencopot sepatu dan kaos kaki Allan. Kulihat jam menunjukan pukul satu dini hari. Aku harusnya pulang, tapi siapa yang mengantarku? Aku kan tadi tidak bawa mobil. Aku mengecek smartphoneku. Ternyata ada whatsapp dari Chloe.

“Kamu tidur disini aja. Tadi aku udah nelpon orang rumah kalau kamu bakal nginep dirumahku. Kamu tidur sama Allan yah! Good night.” begitu isi whatsapp dari Chloe. Aku pun mau tidak mau harus menginap di rumah ini.

Ku lepas jaketku dan ku gantunkan di gantungan pakaian yang berada di dekat lemari pakaian Allan. Aku juga melepas sepatuku. Ketika aku berbaring di samping Allan, aku baru ingat kalau baju Allan basah. Aku pun memegang jaket Allan yang masih terasa basah. Aku berniat untuk menggantinya, karena kalau dibiarkan bisa-bisa dia masuk angin. Aku bangkit dan duduk di tepian tempat tidurnya. Aku melepas jaketnya. Dan ternyata t-shirtnya pun juga basah. Akhirnya aku menarik t-shirt itu ke atas perlahan, takut kalau dia terbangun. Sesekali Allan melenguh, namun dia tidak terbangun.

Aku menghampiri lemari pakaiannya. Dan aku hanya mendapati kekosongan di dalamnya. Tidak ada pakaian sama sekali. Hanya beberapa handuk, dan juga bed cover. Ku arahkan pandanganku ke koper yang tergeletak di samping lemari tersebut. Mungkin baju Allan masih disimpan di koper. Aku pun mencoba untuk mengambilnya. Namun ternyata koper itu terkunci dan aku tidak tahu dimana kuncinya.

Aku menyerah. Karena tidak ada yang bisa Allan kenakan akhirnya aku hanya menarik bed cover menutupi tubuhnya. Ku kecilkan suhu AC di kamar ini agar tidak begitu terasa dingin. Setelah kurasa pas, aku pun langsung membaringkan tubuhku kembali dan terlelap.

Tiba-tiba ponselku berdering. Aku memicigkan mataku dan meraih ponselku yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Ku lihat itu nomor tak dikenal. Siapa yang malam-malam begini nelpon? Batinku. Akhirnya aku menerimanya. “Halo,” sapaku. “Ini siapa?” tanyaku dengan suara malas.

“Dave, ini aku. Steffano,” aku langsung kaget dan tak percaya. Apa benar ini dia? Ahh mungkin hanya halusinasiku saja.

“Maaf, ini siapa?” tanyaku sekali lagi, mencoba meyakinkan apakah yang aku dengar itu benar atau salah.

“Ini aku. Steffano,” katanya sekali lagi. Dan sepertinya dia memang Steffano, aku tau betul suaranya. Tapi buat apa dia menelponku? Apa dia masih ingat padaku? “Dave,” tegurnya ditengah lamuanku.

“Eh i..ii.iiya,” jawabku.

“Kamu nggak seneng yah aku nelpon?” tanyanya.

“Eh seneng kok, seneng,” jawabku seadanya.

“Bagus deh kalau kamu seneng. Aku sekarang lagi di Jakarta, dan aku sekarang ada di depan rumah Chloe,” aku langsung kaget dan bangun. Bagaimana dia tau kalau aku sedang di rumah Chloe? “Aku tau dari pembantu di rumahmu. Dia bilang malam ini kamu lagi nginap di rumah Chloe. Makanya aku kesini sekarang. Aku udah kangen banget sama kamu. Kamu bisa keluar sekarang nggak?” tanyanya.

Aku terdiam sejenak, sedang memikirkan apakah ini nyata atau tidak, “Dave,” tegurnya sekali lagi. Dan sepertinya ini memang nyata.

“Bi..bisa, kamu tunggu dulu yah, aku turun sebentar lagi,” jawabku. Lalu aku bangkit dari tempat tidur Allan. Aku mengenakan sandal milik Allan. Dan bergegas keluar dari kamarnya. Aku menuruni tangga, karena kalau aku naik lift sepertinya akan memakan waktu. Akhirnya aku sampai di teras rumah Chloe. Aku berjalan menuju pagar rumah tersebut dan keluar melalui pagar kecil yang ada di dalam pagar besar tersebut. Ku tarik pagar tersbut, dan aku melangkahkan kaki ku keluar, lalu aku menutup pagar rumah itu kembali.

Belum sempat aku berbalik tiba-tiba tubuhku sudah dipeluk dari belakang. Ternyata benar, dia adalah Steffano. Aku tahu karena aku mencium aroma parfumnya. Aku membalikan badanku. Dia langsung mencium bibirku. Aku masih tak percaya kalau dia sekarang ada di depanku. Dia berdiri sambil memelukku. Aku terus memandangi wajahnya yang makin terlihat dewasa. Kumisnya sudah mulai tumbuh walaupun tidak lebat. Dan badannya sudah lebih besar dari terakhir kita bertemu.

Ketika aku hendak memulai pembicaraan dia menaruh telunjuknya di depan bibirku. “Ssstt, kamu nggak usah ngomong apa-apa, kamu ikut aku sekarang!” dia menarik tubuhku. Lalu dia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku hanya menurut dan masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu dia langsung berpindah ke sisi lain mobil dan masuk kedalamnya. Lalu dia mengemudikan mobilnya. Sampai sekarang aku masih tidak tau kemana dia akan membawaku. Karena memang sedari tadi lidahku seperti kelu, aku tidak bisa berbicara apapun dan aku hanya bisa memandangi wajahnya yang makin terlihat tampan tersebut.

Sambil menyetir sesekali dia mengalihkan pandangannya ke arahku. Dia juga selalu tersenyum ketika melihatku. Membuat wajah tampannya makin terlihat menawan. Lidahku masih kelu. Aku tidak tahu harus ngomong apa. Yang jelas yang kulakukan sekarang hanyalah memandang wajahnya.

Tak terasa mobil kami sampai di depan sebuah restoran. Restoran itu berada di dekat pantai. Steffano keluar dari mobil, lalu dia membukakan pintu untukku. Tanpa pikir panjang aku turun dari mobil. Setelah dia menutup pintu mobilnya, dia menggandengku masuk kedalam restoran tersebut. Ternyata ini resoran 24 jam, makanya walaupun sudah dini hari restoran ini tetap buka. Ketika kami sudah sampai dimeja kami, aku melihat sudah banyak makanan yang tersedia. Ternyata Steffano sudah mempersiapkan semuanya.

“Ayo duduk,” katanya sambil menarik kursi untukku. Setelah aku duduk dia berjalan ke kursi yang berseberangan dengan kursiku. “Mari makan,” katanya. Namun aku masih diam, aku benar-benar seperti patung. Makanan yang didepanku memang makanan favoritku, tapi entah kenapa aku tidak berselera untuk memakannya. Steffano menghentikan kegiatannya menikmati makanan, dia melihat ke arahku yang masih terus menatapnya, bukan menikmati hidangan. “Kamu nggak laper yah Dave?” tanyanya padaku. Entah kenapa tiba-tiba aku menganggukan kepalaku. Mungkin karena aku tidak tahu harus menjawab apa. “Sekarang sudah hampir subuh. Kalau kamu nggak laper gimana kalau kita jalan-jalan naik perahu. Kita liat sunrise. Gimana?” tanyanya antusias. Dan untuk kesekian kalinya aku hanya menganggukkan kepalaku.

Kebetulan di dekat restoran tersebut terdapat perahu yang bisa disewa untuk berlayar di pinggiran laut. Setelah membayar dan memberitahu tujuan kami, lalu kami menaiki perahu tersebut. Pelan tapi pasti. Si tukang perahu tersebut terus mendayung dengan sampannya. Aku bisa merasakan udara segar memasuki rongga hidungku. Rasanya benar-benar menenangkan. Aku menikmati suasana saat ini. Tiba-tiba Steffano memelukku dari belakang dengan posisi duduk.

“Maafkan aku Dave, aku tidak bisa menepati janjiku waktu itu. Tapi percayalah, kalau aku tetap mencintaimu,” bisiknya ditelingaku. Entah aku merasa kalau perkataannya memang tulus. Tapi aku juga masih belum tahu harus jawab apa. “Kamu pernah bilang kalau kamu ingin melihat sunrise secara langsung kan. Kali ini aku akan mewujudkannya. Walaupun pantai ini tidak seindah Pantai Losari, tapi aku ingin mewujudkan keinginanmu. Sekarang tutup matamu!” perintahnya. Aku hanya menurut, lalu memejamkan mataku. Aku bisa merasakan kedua telapak tangannya menutupi kelopak mataku serta terpaan angin menimpa wajahku. Rasanya benar-benar damai. Perahu itu terus melaju karena aku mendengar gemericik air yang beradu dengan dinding perahu.

Aku memang pernah mempunyai keinginan untuk melihat sunrise secara langsung, di laut, dan bersama orang yang aku cintai. Tapi aku tidak menyangka kalau orang itu adalah Steffano. “Sekarang buka mata kamu,” bisiknya padaku. Tangannya kini telah beranjak dari kelopak mataku. Perlahan aku memicingkan mataku. Sebuah sinar perlahan masuk ke dalam mataku. Cahanya begitu menyilaukan sehingga aku harus menutup mataku kembali. Namun akhirnya aku memutuskan untuk melihat cahaya itu. Kupaksa kedua kelopak mataku agar terbuka. Memang agak susah sih, tapi akhirnya aku bisa membuka mataku. Namun yang kulihat bukanlah cahaya matahari di laut lepas, melainkan cahaya matahari yang masuk dari dalam jendela sebuah kamar.

Dan aku baru sadar kalau semua itu hanya mimpi. Aku mengucek kedua mataku yang terasa gatal, lalu aku mengalihkan pandanganku ke sekitar ruangan. Dan yang kudapati adalah sesosok wanita yang duduk di kursi sambil tersenyum lebar ke arahku, “Chloe,” seruku tak percaya. Tapi dia malah tersenyum, bukan senyuman tulus, melainkan seperti senyuman meledek. Dia pun menaik turunkan kedua alisnya, dan memainkan matanya ke arahku. Refleks aku langsung bangun, dan ternyata tadi aku tidur di atas lengan Allan.

“Ehem..ehemm,” dia berdeham, aku langsung menatapnya tak percaya. Dia masih terus menatapku dengan tatapan penuh curiga. Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahku. Setelah itu ku keringkan wajahku dengan handuk. “Jadi semalem ada kejadian apa di kamar ini?” Tanya Chloe yang tiba-tiba sudah masuk ke kamar mandi dan saat ini berdiri di belakangku.

“Uhh ehm.. maksud kamu apa sih Chloe, aku nggak ngerti deh,” kilahku, lalu aku keluar dari kamar mandi. Dia mengikut di belakangku.

“Yah kali aja kalian ada ngesex gitu, kan aku mmpphhh,” aku langsung membungkam mulutnya.

“Kita bicarain di kamar kamu,” ajakku.

“Oke,” jawabnya, setelah mulutnya terlepas dari bekapan tanganku. lalu kami keluar dari kamar Allan.

“Nah, sekarang ceritakan padaku detail kejadian semalam. Kenapa sampai Allan bugil tapi kamu masih pakai t-shirt,” kata Chloe yang duduk ditepian tempat tidurnya.

“Nothing happen Chloe, Really!” jawabku, tapi dia masih mentapku dengan tatapan tak percaya, “Cross my finger,” lanjutku.

“Oke. Tapi kamu bisa nyeritain donk kenapa Allan sampai bugil gitu,” lanjutnya.

“Chloe, Allan itu nggak bugil. Dia masih pakai celananya kok. Tapi memang bajunya aku lepas, soalnya basah kena air. Mau aku ganti tapi bajunya masih di dalam koper dan kopernya masih di kunci. Jadi yah mau nggak mau Allan shirtless. Daripada dia masuk angin kan?” tanyaku setelah menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

“Owh gitu. Kirain kalian ada ngesex. Karena aku bakalan seneng banget kalau kalian jadian,hehe” aku hanya menatapnya dengan tatapan konyol. “Yasudah, ayo sarapan!” ajaknya.

“Allan nggak ikut sarapan Chloe?” dia mengibaskan tangannya padaku.

“Biarin. Biarkan dia tidur dulu. Dia mabukkan semalam?” Tanya Chloe, aku hanya menganggukkan kepalaku, “Yaudah, biarin aja. Lagian Mamah pasti bakalan heboh kalau tau anaknya mabuk. Mending kita sarapan dulu, okay?” tanpa menunggu jawabanku dia menarik tanganku keluar dari kamaranya.

___

“Okay, sampai disini aja yah Dave,” Kata Chloe, ketika kami sudah sampai di depan rumahku.

“Oke. Makasih yah Chloe,” jawabku, “Sampai ketemu hari senin,” lalu dia hanya melambaikan tangannya dan mobilnya melaju meninggalkanku. Aku memencet bel rumahku, tak lama satpam di rumahku membukakan pintu pagarnya. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah.

Aku naik ke atas, karena aku ingin langsung ke kamarku. Mamah dan Papah masih di New York, kak Edgar sedang keluar kota mengurus perusahaan Papah, dan Amanda masih Seattle, sedang berlibur dengan kak Morgan. Jadi hanya aku sendiri di rumah ini. Sebenarnya tadi aku ingin bercerita pada Chloe soal kejadian semalam, tapi aku memutuskan untuk merahasiakannya. Karena kalau aku cerita bisa-bisa dia malah heboh dan memaksakku untuk berpacaran dengan Allan. Dia kan paling suka ngejodohin orang.

Aku terus menaiki anak tangga hingga sampai di lantai dua. Aku berjalan menuju kamarku, namun ketika aku melintas di depan kamar Amanda, ternyata pintunya tidak tertutup rapat. Aku pun menarik pintu tersebut hingga tertutup rapat. Lalu aku melangkah menuju kamarku. Ketika aku masuk ke dalam kamar ternyata ada Amanda yang sedang menonton TV. Aku masih nggak percaya kalau dia ada di depanku sekarang. Karena harusnya dia baru pulang sabtu nanti. Tapi kenapa dia sekarang sudah ada di rumah. Dia mengalihkan pandangannya kepadaku, lalu dia tersenyum. Aku tahu kalau itu hanya senyuman palsu. Amanda tidak akan pernah bisa berbohong kepadaku.

Aku berjalan menghampirinya, lalu duduk disampingnya. Dia tertawa melihat adegan si Larva kuning dan merah yang saling berebut sehelai mie. Tapi aku melihat matanya sembab. Pasti dia habis nangis. Masalahnya aku nggak tahu penyebabnya kenapa dia bisa nangis. Dia masih tetap tertawa, tapi aku bisa tahu kalau sebenarnya dia sedang ada masalah. “Nda,” tegurku.

“Iya Dave,”  jawabnya,tapi dia tidak menatapku dan terus mengarahkan pandangannya ke TV.

“Kamu pulang kapan?” tanyaku.

“Tadi malam,” jawabnya singkat, “Hahaha,” tawa palsunya menggema di kamarku.

“Nda,” tegurku sekali lagi, Namun dia malah asik menonton, akhirnya aku meraih remote TV ku dan mematikan TV tersebut. Amanda langsung menatapku. Dan aku yakin kalau dia memang sedang dalam masalah.

“Kok dimatiin Dave?”

“Kamu baik-baik aja kan?” tanyaku curiga.

“Iya donk, aku baik-baik aja kok. Mana sini remotenya, mau aku nyalain lagi,” jawabnya.

Aku meraih wajahnya dengan kedua telapak tanganku. “Jujur sama aku. Kamu lagi ada masalah apa?” tanyaku. Dan wajah palsunya kini berganti ke wajah asli, dia langsung menampakkan wajah memelas, tak lama kemudian dia mewek. Membuat wajahnya tampak jelek. Dia langsung memelukku. “Sekarang ceritain ke aku masalah yang sebenarnya!” pintaku sambil mengelus rambut panjangnya.

“Hiks….aku sama kak Morgan putus Dave” jawabnya disela-sela tangisannya.

“Hah, kok bisa?” tanyaku tak percaya karena aku kira hubungan mereka selama ini baik-baik saja.

“Dia selingkuh Dave, dia punya pacar disana,” tangisannya makin menjadi. Aku hanya bisa menenangkan hatinya.

“Sabar Nda, sabar,” saranku. Tapi aku juga masih nggak percaya kalau kak Morgan tega berselingkuh. Apa karena dia nggak bisa menjalin LDR, makanya dia berselingkuh. Mungkin memang iya. Tapi aku benar-benar kecewa padanya. “Sekarang kamu tenangin diri kamu dulu, nanti kita bahas masalah ini lain waktu. Okay,” dia hanya mennganggukkan kepalanya disela-sela tangisannya.

***

Senior year. Aku melangkah keluar dari mobil bersama Amanda. Hari ini kita memasuki sekolah untuk pertama kali sebagai murid kelas 12. Suasana sekolah sudah begitu ramai, banyak calon siswa-siswi baru yang masih berseragam SMP berkeliaran di sekolah ini. Mereka sedang menunggu keberangkatan bus yang akan membawa ke vila tempat mereka akan melaksanakan MOPDB. Aku jadi ingat ketika aku masih calon siswa baru, dulu kak Panca lah yang suka menggodaku. Aku tersenyum setiap mengenang masa itu.

“Dave, Amanda,” panggil Chloe pada kami berdua. Dia sudah sampai terlebih dahulu, dan sekarang sedang berdandan di depan mobilnya. Aku dan Amanda melangkah ke arahnya. tiba-tiba Allan keluar dari dalam mobil. Dia masih mengenakan baju biasa, karena memang dia belum mendapat serangam. Dia tampak tampan hari ini.

“Nda, kenalin ini kembaran ku namanya Allan,” kata Chloe pada Amanda. Lalu mereka berjabat tangan.

“Amanda, aku kembarannya Dave,” jawab Amanda setelah Allan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.

“Kalian kembar juga?” Tanya Allan. Amanda mengangguk antusias. “Kok gak mirip sama sekali sih,” lanjut Allan setelah mengamati kami berdua.

“Oh uhm kita bukan kembar biologis kok. Kita kembar diluar kandungan,” jawab Amanda. Allan langsung mengernyitkan dahinya. Dia terlihat bingung dengan perkataan Amanda barusan.

“Maksudnya?” Tanya Allan bingung.

“Hadduuhh, Amanda kamu itu emang beneran bikin orang bingung. Maksudnya Amanda, dia cuman ngaku sebagai kembaran Dave, padahal mereka gak ada hubungan darah sama sekali. Mereka cuman udah kayak sodara aja. Lagian ngapain sih Nda pake bilang-bilang kalo kamu kembarannya Dave. Cantikkan juga Dave,haha” Amanda langsung menaikkan salah satu sudut bibirnya dan memandang kesal ke arah Chloe, sementara Chloe tertawa bahagia.

“Stop it! Suaramu itu horror banget tau nggak Chloe kalau ketawa. Jadi lebih baik kamu diam!” hardik Amanda. “Cassie mana sih?” lanjutnya sambil melihat ke sekeliling kami.

“Nah itu dia,” tunjuk Chloe, setelah motor Ducati monster milik Cassie memasuki area parkir. Dia datang berboncengan bersama Elaine. Setelah Elaine masuk terlebih dahulu Cassie menghampiri kami.

“Helo gurls. Pagi-pagi udah rumpi aja kalian. Berdiri di deket parkiran lagi. Udah kaya tukang jaga mobil aja,haha” tawanya pecah, entah memang ada yang lucu yah dari perkataan dia barusan? Ah mungkin memang ada.

“Kita itu nungguin kamu tau nggak Cass. Yaudah ayo kita masuk!” perintah Amanda.

“Wait-wait. Lo kembarannya Chloe yah?” Tanya Cassie sambil mengulurkan tangannya pada Allan.

“Yep. Gue Allan,” kata Allan menyambut uluran tangan Cassie.

“Nah Cass, kamu di depan gih! Kamu kan ketua kita,” Cassie menuruti perintah Chloe. “Get ready gurls. Chins up, Smile on!” lanjut Chloe meniru omongan Effie dalam film Catching fire. lalu kami berjalan menuju lift. “Oh ya, aku lupa. Kamu kan harus ke ruang administrasi terdahulu Lan. Dave, tolong kamu anterin dia yah. Aku mau langsung ada pertemuan sama club designer terlebih dahulu soalnya. Kamu mau kan?” Tanya Chloe memelas.

“Oke,” jawabku singkat. Lalu Chloe tersenyum lebar.

“Sampai ketemu di common room yah,” kata Chloe, setelah kami berpisah. Aku turun di lantai dua, sementara Chloe, Cassie dan Amanda masih harus ke lantai enam dan tujuh.

Aku berjalan terlebih dahulu, Allan mengikut di belakangku. Ketika sudah sampai di depan ruang Administrasi, aku menyuruh Allan masuk terlebih dahulu. “Oh Mr.Bramasta, ada apa datang kemari? Kok tumben?” Tanya Mr. Louis ketika melihatku masuk ke dalam ruangadministrasi. Dia adalah kepala bagian admiistrasi sekolah kami.

“Ini sir, saya hanya mengantarkan Allan, siswa baru yang akan masuk ke kelas 12,” jawbaku.

“Oh I see. Anda Mr. Huang kan? Twins dari Miss Huang?” Tanya Mr. Louis pada Allan. Yang di jawab dengan angukkan kepalanya, “Kemarin saya sudah menerima email beserta transkrip nilainya. Dia pindahan dari Korea kan?” Tanya Mr. Louis sekali lagi, yang kami jawab dengan anggukkan. “Oke. Follow me!” ajak Mr. Louis pada Allan. Dan mereka memasuki ruangan Mr. Louis. Sementara aku menunggu mereka sambil chit-chat bersama Jeremy.

Setelah setengah jam lewat barulah mereka berdua keluar. “Mr.Bramasta,” panggil Mr. Louis padaku.

“Yes, sir?” jawabku.

“Sepertinya you harus menjadi mentor untuk Mr.Huang. I lihat nilai teori dia kurang bagus, tapi nilai prakteknya bagus. I juga bingung kenapa bisa seperti ini. Lagipula memang Mr.Huang harus masuk ke tahap percobaan apakah dia bisa langsung masuk ke grade 12 atau tidak, mengingat kurikulum Negara kita dengan Korea itu berbeda. Jadi I harap you mau menjadi mentor Mr.Huang selama kurang lebih tiga bulan. Nanti kita akan memutuskan apakah Mr.Huang layak atau tidak masuk ke grade 12, setelah semester pertama dilakukan,” jelas Mr.Louis. Aku kaget, kenapa harus aku? Biasanya kan ada guru khusus selama masa perpindahan murid baru seperti ini.

“Tapi, sir, kenapa harus saya? Bukankah biasanya ada guru pembimbing khusus yah?” tanyaku.

“Memang kita punya guru khusus untuk penyesuaian kurikulum. Tapi kedua guru itu sudah full class, sementara yang satu lagi sedang cuti hamil dan melahirkan. Lagi pula I tahu kalau you itu salah satu siswa terbaik sekolah ini, pastilah you bisa give some tutorial for him, can you?” Tanya Mr. Louis padaku.

“Okay sir,” jawabku.

“Ok then. Silahkan kalian masuk ke kelas! Mr.Huang, this is your uniform. Please change your clothes now. I tidak mau kalau ada siswa yang tidak mengenakan seragam sekolah kecuali Friday,” kata Mr. Louis. Dia memberikan setumpuk seragam kepada Allan.

“Ok, thank you sir,” kataku, lalu kami keluar ruangan tersebut.

“Gila, tuh orang aneh banget sih,” kata Allan setelah kami keluar dari ruangan administrasi tersebut.

“Aneh kenapa emangnya?” tanyaku bingung.

“Aneh aja, masa dia nanya apa gue dikeluarin sama sekolah atau nggak, terus dia nanya gue pakai narkoba atau nggak, pokoknya hal-hal yang nggak penting dia Tanya-tanyain,hhaddeehhh,” aku langsung teringat dengan tato naga di lengan Allan, namun ketika kuperhatikan lagi, tato itu sudah hilang. Berarti itu bukan tato permanen.

“Yah memang seperti itu kok prosedurnya. Kan gak sembarang orang bisa masuk sini,” jawabku. “Oh iya, aku masih nggak nyangka kenapa Mr. Louis menyuruhku jadi mentor kamu yah? Padahal kan masih banyak siswa berprestasi lainnya,”

“Gue yang minta. Kan gue cuman kenal lo sama Chloe. Dan tadi sih Mr. Louis nanya apakah Chloe yang mau dijadiin mentor buat gue, tapi gue nolak. Gue sama Chloe nanti bukannya belajar malah hang out lagi. Jadi mending gue minta lo aja. Lo gak keberatan kan?” Tanya Allan.

“Oh eng..enggak kok,” jawabku, lalu menampakkan senyum kepadanya.

“Yaudah gue ganti baju dulu,” kata Allan ketika kami melewati toilet lantai dua. Tak lama dia keluar dengan seragam lengkap. Dia memebenarkan posisi jasnya. “Ya ampun seragamnya aneh banget sih. kenapa gak warna item aja sih seragamnya? Kan serasi sama jasnya,” keluh Allan.

“Kamu kira mau datang ke acara kematian apa,  pakai baju hitam-hitam,” jawabku asal. Dia menatapaku, lalu dia tertawa.

“Hahaha… iya juga sih,hehe” katanya sambil menggaruk kepalanya. “Yaudah, sekarang kita mau kemana?” Tanya Allan.

“Ehm, kalau hari pertama biasanya sih pada ngumpul di Common room. Tapi aku ngak suka keramaian. Gimana kalau kita ke pool deck. Adanya di bagian atas gedung ini. Aku biasanya baca buku di deket kolam renangnya. Kamu mau?” tanyaku.

“Boleh-boleh. Ayyooo,” katanya, dia menarik tanganku menuju lift.

“Tunggu,” cegahku.

“Ada apa?” dia terlihat bingung. Aku maju perlahan ke arahnya, lalu membenarkan posisi dasinya yang agak miring. Dia terdiam, tapi tatapannya begitu dalam menatapku. Aku mengulas sebuah senyuman kepadanya, tapi dia malah terbengong. Lalu pintu lift terbuka, aku masuk ke dalam lift tersebut. Namun Allan masih tetap berdiri dan tak bergeming.

“Ayooo..” kataku sambil menarik tangan Allan masuk ke dalam lift.

___

Ting. Pintu lift terbuka. Allan langsung melangkah panjang keluar dari lift. Dia melihat ke sekeliling pool deck. Sesekali matanya tertuju pada siswa-siswi swimming club yang mungkin baru selesai rapat pertemuan. “Mereka abis pada ngapain?” Tanya Allan padaku, setelah sekian lama di lift kami tidak berbicara apapun.

Aku mengangkat kedua pundakku, “Mungkin habis rapat pertemuan kali, kan hari ini hari pertama masuk sekolah, jadi kebanyakan waktu buat berkumpul para club esktrakurikuler,” jawabku.

Allan hanya manggut-manggut, “Lo sendiri nggak ada pertemuan club? Kok lo malah disini?” Tanya Allan. Kami duduk di kursi santai yang berada di tepian kolam renang.

“Nope. Aku tadi udah bilang kok ke clubku kalau aku ada urusan, jadi mereka memakluminya,” jawabku, lalu aku merebahkan badanku di kursi santai tersebu.

“Owh gitu. Eh gue mau renang ah, disini bebas kan?” Tanya Allan.

“Bebas kok. Selama tidak mengganggu jam pelajaran,” jawabku, lalu Allan bangkit. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, karena aku lagsung kembali memejamkan mataku. Tak lama bunyi deburan air terdengar, aku memicingkan sedikit mataku, ternyata Allan sudah berada di dalam kolam renang. Aku pun kembali memejamkan mataku sambil mendengarkan musik. Lalu tiba-tiba wajahku terasa basah, seperti ada cipratan air yang mengenaiku. Aku membuka mataku, namun yang pertama kali kulihat adalah wajah Allan yang tepat berada di atas wajahku. Aku langsung kaget.

“Lo kalo tidur lucu yah, muka lo kayak anak-anak. Ternyata bener apa yang dibilang…” dia menggantung pembicaraannya. Lalu dia duduk di kursi santai yang berada di samping kiriku.

“Bener apanya? Siapa yang bilang gitu?” tanyaku bingung.

“Ah sudahlah, lupakan!” jawab Allan, “Oh ya, lo bisa anterin gue ke ruang ganti nggak?” gue mau ganti baju nih?” Tanya Allan, aku langsung mengernyitkan dahiku. Bukankah tadi dia udah ganti baju? Dia memungut bajunya yang ada di kursi santai. Oh I see. Jadi dia tadi nggak masuk ruang ganti, dan dia langsung melepas bajunya disini. “Dave,” tegurnya sekali lagi.

“Oh.. sure,” jawabku cepat. Lalu aku berjalan menuju ruang ganti, Allan mengekor dibelakangku. “Nah, kamu dari sini belok kesebelah kanan yah! Disitu tempat ganti pria,” jelasku padanya. Namun dia malah menatapku lekat. Aku sampai dibuat salah tingkah sendiri. Dia lalu berjalan ke arahku, membuatku melangkah mundur, dan akhirnya tubuhku menempel tembok. Tapi dia malah makin mendekat dan tangan kanannya sudah bertenger di tembok, membuat posisi tubuh kami sangat dekat. Jujur aku sebenarnya gugup, tapi aku juga bingung kenapa Allan bertingkah seperti ini. mungkin karena sekarang Allan sedang dalam kondisi setengah telanjang, dan itu membuat naluri ke-gay-an ku muncul. Dia memajukan wajahnya, dan aku langsung memejamkan mataku.

“Thanks,” bisiknya di telingaku. Aku langsung membuka kedua mataku, dan dia terlihat tersenyum penuh kemenangan. Dasar Allan sialan, berani-beraninya dia menggodaku. Lihat aja nanti, jangan salahkan aku kalau kamu jatuh cinta padaku.

___

“Kenapa kalian nggak nungguin kita? Malah pulang duluan lagi,” tegur Allan begitu sampai di rumahku. Di situ sudah ada Amanda, Chloe, dan Cassie.

“Iyah. Kenapa kalian nggak bilang sih?” lanjutku.

“Yah kita kira kalian masih banyak urusan sama Mr. Louis, jadi yah lebih baik pulang dulu lah,” jawab Cassie.

“Oh my God. Sekarang jam berapa?” Tanya Chloe panik.

“Jam 11, kenapa emangnya?” Tanya Amanda.

“Remote mana remote?” Tanya Chloe gugup, “Aha, akhirnya dapet juga,” dia langsung menyalakan TV.

“Lo kenapa sih Chloe? Emang ada acara apaan sampe lo kayak orang yang pepeknya kebakaran gitu?” sarkas Cassie.

“Cassie sayang, pepekku nggak kebakaran kok, kan udah aku pasang pendingin di dalamnya,” lalu tawa kami pecah. “Hari ini itu tayang perdana episode terbaru mini series The Hunger Gay,” Jawab Chloe. “Aha, pas banget. Baru mau mulai filmnya,” Chloe langsung duduk sambil memeluk bantal.

“Hunger gay?” Tanya Allan.

“Iyah, itu versi parodinya Hunger Games, tapi ini memang temanya gay sih. semua tributenya itu laki-laki dan semuanya gay,” jelas Amanda. “Favorite kamu siapa Chloe?” Tanya Amanda.

“Favoritku Rendi Sardeen donk, he is so bitchie, and I love it,hehe,” jawabnya. “Kalo kamu Nda?”

“Favoriteku jelas Onew Melaar donk. Dia itu lucu, pokoknya aku suka sama dia,” jawabnya.

“Wait-wait, si Onew itu yang baru ngerilis album yang judulnya Desperado bukan?” Tanya Cassie.

“Yep bener banget. Dan aku suka single yang judulnya Unconditionaly gay. Itu lagu musiknya keren banget deh,” Jawab Amanda.

“Kalo aku sih lebih suka yang judulnya Royals bitch. Video clipnya keren. Ada aksen middle-east dan tribal balance di musiknya,” lanjut Chloe.

“Denger-denger dia juga bakalan di dapuk jadi salah satu nominasi pendatang terbaru di Grammy awards nanti, kan memang lagi ngehits tuh lagu-lagunya,” sambungku, karena memang lagu dia sering di putar baik di radio maupun stasiun TV Amerika.

“Kalian itu mau nonton film atau mau ngerumpi sih?” sela Allan ketus.

“Oh iya, sorry. Kok kita malah asik ngobrolin si Onew itu sih. yaudah kita fokus nonton yah, tuh udah mulai seru,” jawab Chloe.

Jadi si Rendi dan Onew ini ceritanya berasal dari distric yang sama yaitu distric 11. Dan mereka sedang bersembunyi di balik semak-semak. Tiba-tiba seekor mutant mendatangi mereka, dan mereka lari terbirit-birit.

“Ayo lari cepetan!” seru Amanda geregetan. Yang lain juga terlihat tegang, kecuali Allan, dia terlihat biasa saja.

“Yes, mampus lo!” seru Cassie begitu si Rendi berhasil menembakkan panahnya yang tedapat bahan peledak di dalamnya kepada mutant tersebut. “Gue suka deh sama si Rendi ini. Dia berani, gak kayak si Onew yang chicken itu, penakut,” kata Cassie.

“Yeehhh tapi kan si Onew juga cerdik. Dia juga berhasil melawan musuh-musuhnya dengan cara yang pintar. Tidak menggunakan otot, tetapi menggunakan otak,” Sergah Amanda. “Lagian kalo dihitung-hitung malah lebih banyak si Onew yang ngebunuh musuh di banding di Rendi,” lanjutnya.

“Tetap saja gaya si Rendi keren, gak penakut kayak si Onew itu,haha” tawa Chloe terlepas yang disambut dengan tawa Cassie, aku dan Allan hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka. Amanda lansung cemberut dan tidak menghiraukan perkataan Chloe lagi.

“Kayaknya gak seru deh kalo kita nonton tapi nggak ada yang dimakan,” usul Cassie. Lalu mereka saling menimpal pandangan.

“Aku nggak mau yah ninggalin episode ini cuman buat bikinin kalian minum. Kalau mau harus nunggu sampai iklan dulu,”

“Lah emang pembantu lo kemana?” Tanya Cassie.

“Pulang kampong,” jawab Amanda cepat. Lalu dia kembali fokus ke film tersebut.

“Yaudah biar aku aja deh yang bikinin kalian minum,” kataku, aku merasa kasihan terhadap mereka, “Kalian mau minum apa?” tanyaku.

“Gue jus jeruk aja,” jawa Cassie.

“Aku Avocado,” lanjut Chloe.

“Aku Strawberry,” sambung Amanda.

“Oke, kalau kamu Lan?” tanyaku pada Allan.

“Gue jus wortel sama tomat aja deh,” jawab Allan, aku menganggukkan kepalaku lalu aku berjalan menuju dapur.

Ketika aku hendak membuatkan jus untuk mereka tiba-tiba Allan datang dan berdiri di belakangku. “Ada yang bisa gue bantu?” tawarnya.

“Kok kamu disini? Kamu nggak nonton film itu?” tanyaku sambil memasukan strawberry ke dalam blender.

“Nggak ahh males, mereka nontonnya berisik,” jawab Allan. Oh iya aku lupa, Allan kan straight, jadi mana suka dia dengan hal berbau gay. Yah walaupun dia tidak memusuhi gay sih, tapi tetap saja dia itu bukan pecinta hal-hal berbau gay. “Jadi ada yang bisa gue bantuin nggak?” Tanya Allan sekali lagi.

“Oh bisa-bisa. Kamu kupas wortelnya, abis itu kamu potong-potong yah!” perintahku, lalu Allan meraih wortel dan melakukan apa yang ku perintahkan. Ketika aku sedang menuang jus strawberry ke dalam gelas tiba-tiba Allan merancau, “Auuu,” ternyata jarinya tersayat pisau. Refleks aku langsung meraih tangannya dan memasukan jarinya yang tersayat itu ke dalam mulutku. Entah ini perasaan aku aja atau apa, karena aku merasa kalau darah Allan itu manis. Lalu aku mengambil tisu dan menahan agar darah itu tak banyak keluar. Aku mengambil betadine dan juga plaster untuk menutup lukanya. Perlahan aku menetesi lukanya dengan betadine, setelah itu aku menutupnya dengan plaster.

“Makanya hati-hati kalau motong memotong. Kamu pasti belum pernah melakukan hali ini sebelumnya kan?” tapi Allan tidak menyahut. Dia malah memandangku lekat.Dan ketika pandangan kami bertemu aku baru sadar kalau itu bukan tatapan biasa, melainkan tatapan cinta.

-To be Continued to Perkamen Sixteen-

Selamat siiiiaaanngggg…

Sorry kalau postingnya telat. Soalnya semalem aku males ngelanjutin nulis gegara si Rendi dateng ke rumah, dan kita malah ngobrol nggak jelas kesana kemari. jadi kalau mau salahin, salahin aja tuh si Rendi,ahahaha.

Buat yang iri gegara namaku di sebut-sebut disitu harap tunjuk tangan. hahaha. Kalian nggak boleh iri. siapa tahu hal itu bisa jadi kenyataan. Nanti aku bakalan bagi-bagi tiket konser gratisku deh buat kalian,hahaa

Oh ya, sorry kalau masih ada typo or kesalahan lainnya. aku udah koreksi lebih dari satu kali kok. jadi kalau masih ada typo, salahkan WP-nya,hahaha

Kayaknya niatanku buat nge-protec part selanjutnya makin kuat deh. Jadi nanti aku bakalan kasih password buat orang-orang yang komen aja. Jadi biar adil. Aku kan juga pengen diperhatikan, dan aku juga pengen tahu kalau ternyata ceritaku ada yang merespon. Yah, walaupun ceritaku masih jauh dari kata bagus, tapi paling nggak aku pengen kalau karyaku dihargai lah,hahaha. Coba deh kalau kalian jadi penulis, kalian kecewa ngak kalau cerita kalian di baca tapi nggak komen? toh, aku juga bales komenan kalian kan? jadi jangan sungkan buat komen, oke-oke???

Udah deh segitu aja cuap-cuapnya. Aku mau mandi dulu yah, babay….

Yours truly,

Onew Feuerriegel

164 komentar di “Floque – Perkamen 15

  1. Yippiiiiii,,,, akhirnya bisa coment juga,,, *pasangmukatanpadosa,,,

    Maaf dech kemaren2 gak bisa komen,,, soalnya aku gak ngerti caranya,,,

    Salam kenal aja dech buat semuanya!!!!

    • Hahay dasar!!

      Udah aku kasih tau kan. mulai skrg pokok.a harus terus komen, okay??

      Yoo, salam kenal dari penulis paling imut di blog ini,ahahaha

    • Iyahh, nanti Ubay marah lagi,hahaha aku kan pacar khayalan.a Ubay,wkwkwk

      Waaahh nyipok kamu bikin bibirku doer gak Erd?ahahah

      Oh ya, pernah kontakan sama Radit gak??

  2. hunger gay? kyaaa wkwkwkwk #ngakak guling-guling# waah gue hampir ketinggalan komen lg niiih, gue pembaca setia lho, awas klo gue gk bisa baca part berikutnya 🙂

    • Maka.a rajin komen!

      lagian masukin nama dan surel mu donk. kalo kayak gini kan nggak jelas siapa kamu. yg pake nama anonymous kan banyak..

    • Jangan panggil aku Mas!!!

      Aku masih 9 tahun tau, *nangis unyu*…
      Jadi panggil aku Adek aja yah Mas Sandi! oke oke??

      Waaahhh itu poto bareng cece.a yah? cantik.. 😉 . Tapi sayang aku gak bisa naksir cewek… *frustasi* *nelen pil kb* :-p

      • cece sepupu, aku juga ga bisa naksir cewek, tapi banyak yang menuntut… hiks…. ini aja terpaksa nongol gara2 ancaman dedek buat silent readers (salah satunya aku) cerita2 dedek onew… selamat melanjutkan karya2mu dek.

  3. Iyaaaa deh,,, dari pada gw ga bisa baca lagi,, nehhhh ,, gw unjuk tangan , hadirrrrr !!!!!!
    Ceritanya bagus,cuman kepanjangan, muter2 kaya tornado, tpi teteup, cukup enak buat kudapan di weekend :p .

  4. Onew mellar ya bukan muller º°˚˚°ºO☺HH:) 😀 _(y)
    \_ ‎​​‎​‎​☺k(y) ☺k(y) ☺k(y) ☺k(y) ☺k(y). I got it n rendi sardeen not ladeen gtu biar kaya terong eh terorist gtu biar lebih sangaaaar , Нå.=D. нå. =D. нå. =D нå
    «». «». «»
    ^. ^. ^. Ada typo net dikit sih part mana eloooo ┐(‘o’ ┐) cari sendiri ya , gw lanjut dah

Tinggalkan komentar