Floque – Perkamen 16


Logo Jubilee(resize)

Chapter Sixteen : Could it be?

Aku langsung menundukkan kepalaku. Dalam hati aku terus membatin, apakah benar tatapan yang diberikan oleh Allan adalah tatapan cinta? Could It be love? Mana mungkin, Allan kan straight. Atau Allan itu tipe straight yang berpontesi ke arah bisex? Entahlah, yang jelas aku dibuat salah tingkah oleh tatapannya. Ku tegakkan kepalaku kembali, aku ingin memastikan kalau tatapan itu benar. Matanya masih memandang ke arahku, dengan cara yang sama. Dan akhirnya aku sadar, itu bukanlah tatapan cinta, melainkan tatapan yang sama dan pernah diberikan oleh orang yang aku cinta. Chris. Aku meneliti lebih dalam ke matanya, aku ingin mencari seberapa besar kesamaan yang dia miliki dengannya. Tapi semakin aku dekat dengan keyakinanku, tapi keraguanku juga muncul disaat yang bersamaan. Hingga dia mengedipkan matanya.

Oh my holy God. Bahkan cara mengedipnya pun sama. Tapi apa mungkin dia itu Chris? Aku yakin bukan. Karena mereka juga memiliki perbadaan di beberapa hal. Tapi kenapa mereka begitu sama? Aku benar-benar dibuat pusing sendiri. “Udah?” suara Allan membuatku tersadar dari perdebatan batinku. Aku hanya menjawabnya dengan seulas senyuman saja. Lalu aku melepaskan genggaman tanganku dari tangannya. Dengan cepat aku beralih ke jus yang akan aku buat.

Ku tuang jus jeruk milik Cassie yang telah selesai kubuat, lalu aku membelah bagian tengah avocado untuk selanjutnya aku blender, “Kalau tomatnya di potong juga atau nggak?” Tanya Allan disela-sela kegiatanku memotong avocado.

“Ehm nggak usah, nanti tangan kamu kena pisau lagi,” jawabku cepat. “Lebih baik kamu taruh aja jus yang udah siap di nampan, biar nanti gampang bawanya,” saranku, ku tekan tombol on pada blender tersebut.

“Nampan itu yang mana yah?” Tanya Allan bingung. Aku terkekeh mendengar pertanyaannya.

“Nampan itu yang kayak gitu,” kataku sambil menunjukan benda yang disebut nampan. Lalu dia meraihnya, kemudian menempatkan jus strawberry dan jeruk yang sudah siap diatas nampan. Kutekan tombol off, lalu kutuang jus avocado milik Chloe ke dalam gelas. Allan langsung mengambil dan menaruh jus avocado tersebut diatas nampan. Selanjutnya aku mengambil wortel yang tadi terkena sedikit darah dan membuangnya ke tong sampah, aku menggantinya dengan wortel yang baru. Ku kupas dan ku potong-potong, setelah itu kutambah irisan tomat. Tak lupa kutambahkan gula cair dan es batu serta air kedalam blender. Setelah itu kutekan tombol on.

“Lho, lo ngak bikin jus?” Tanya Allan setelah aku selesai membuat jus wortel yang di mix tomat miliknya. Aku menggeleng cepat.

“Nggak. Aku masih punya lemon grass kok di kulkas,hehe,” jawabku, “Ayo kita anterin ke mereka, kayaknya mereka udah nungguin tuh,” ajakku.

“Tunggu dulu,” pintanya, lalu dia mendekat dan tanpa kuduga dia menyeka keringat di dahiku dengan tisu, perlahan tangannya menempelkan tisu tersebut dengan permukaan kulit wajahku, mulai dari dahi hingga hidung. “Lo pasti capek, makanya sampe keringetan gini,” katanya di sela-sela kegiatannya menyeka keringatku. Aku hanya bisa diam menerima perlakuan yang dia berikan. “Ayook!” ajaknya, menyadarkan diriku yang tebengong. Aku hanya bisa mengikutinya dari belakang. Langkahnya panjang, sambil membawa nampan berisi keempat jus tersebut.

“Kalian bikin jus lama banget sih?” Tanya Chloe begitu kami sampai di depan mereka. Kuberikan jus avocado miliknya.

“Lo lo pada bikinnya nggak dikasih jampi-jampi kan?” lanjut Cassie, dia meraih jus jeruk yang aku berikan.

“Ngapain juga mereka ngasih jampi-jampi buat kamu Cass? Kayak bermanfaat aja” sela Amanda sambil menyedot jus strawberry miliknya.

“Kali aja mereka ada niatan buat merkosa kita,hahaha” kita langsung memandangnya dengan pandangan konyol.

“Kamu lupa yah? Dave itu nggak suka sama pepek, apalagi pepek kamu Cass, pasti udah dower karena keseringan dimasukin dildo,ahaha” jawab Amanda yang langsung disambut tawa oleh kita semua.

“Oh shut your fucking hole Amanda! Jangan nyamain gue sama lo. Kalo lo kan emang doyannya make gituan, buktinya gue pernah nemu dildo berbentuk sapu terbang mininya Harry potter, eewww jijik!” dan aku langsung terkejut.

“Ihh waw, kamu sekarang jadi janda desperate yah Nda setelah diputusin sama Morgan?” lanjut Chloe.

“Isshhh kalian itu. Asal kalian tau yah, aku yang mutusin Morgan, bukan dia yang mutusin aku. Lagian soal sapu terbang mini itu udah masa lalu. Sekarang juga udah rusak,” jawab Amanda kecewa, kita langsung tertawa mendengar keluhannya tersebut.

“Yaudah mulai sekarang nggak usah make dildo lagi. Wanna try my U haul?” Tanya Cassie.

U haul?” Tanya Amanda bingung. Cassie tak menjawabnya, malah membentuk jari tangan dan telujuknya menjadu huruf  U lalu menggerak-gerakannya. “Eeewww I’m not that desperate Cass. Ngapain juga pake jari kamu, aku bukan lesbian kali. Aku lebih suka jari Morgan,” jawab Amanda ketus.

“Owh jadi masih ngarep ceritanya?” lanjut Chloe, “Jangan-jangan kalau kamu masturbasi yang jadi fantasi itu jarinya Morgan lagi?haha,” tawa seram Chloe menggema di ruangan ini.

“Stop it! Both of you. Jijik banget tau ngedenger kalian ngomong kayak gituan. Kayak nggak ada bahan perbincangan lain aja,” sergah Allan tegas. Mereka langsung terdiam.

“Sorry, kita lupa kalau ada kamu disini,” jawab Chloe. Dan selanjutnya kami terdiam dan fokus melihat TV yang makin seru. Terjadi pertarungan sengit dalam film itu. Yaitu ketika Onew dan Rendi melawan tribute dari distrik 2, mereka bertarung satu lawan satu. Pertarungan mereka sangat sengit sampai kita nggak tahu siapa yang akan menang. Dan ketika pedang milik salah satu tribute dari distrik 2 sudah berada di depan wajah Onew film itu bersambung.

“Sialan. Lagi seru-serunya malah bersambung,” seru Chloe kesal.

“Palingan juga ntar si Onew mati tuh,” lanjut Cassie.                                             

“Nggak mungkin. Onew itu pemeran utamanya. Dia nggak bakalan mati donk. Mereka berdua bakalan jadi pemenang. Orang di film aslinya aja gitu kok,” sahut Amanda cepat.

“We’ll see,” jawab Cassie. Lalu dia bangkit dan pergi menuju dapur. Ketika aku hendak hendak menyusul Cassie ke dapur dan membungkuk di depan Chloe, tiba-tiba Chloe menahanku.

“Wait…wait,” dia menarik kerah seragamku, “Is it kiss mark?” Tanya Chloe curiga. “Siapa yang ninggalin jejak ini Dave?” semua mata tertuju padaku sekarang, bahkan Cassie yang baru kembali dari dapur pun menatapku dengan tatapan penuh curiga. Ku lihat Allan malah bersikap biasa saja.

“Euh.. ini bukan apa-apa kok. Ini cuman gatal aja, iyah gatal abis digigit semut,” kilahku, kutarik kembali kerah seragamku. Lalu Cassie dan Amanda menghampiriku sambil megamati kiss mark tersebut. Aku hanya bisa diam ketika mereka berdiri mengelilingiku dan terus menyelidik ke arah kiss mark tersebut. Sebenarnya aku risih kalau dilihatin seperti itu. Seakan aku itu pelaku kejahatan.

“Gue kira, sebagai siswa terpandai di sekolah, lo juga tau yang mana gigitan semut dan yang mana bekas gigitan bibir. Karena gue bisa bedain mana bekas gigitan semut sama bekas gigitan orang. Udah jelas-jelas itu bekas cipokan,” mati aku! sepertinya usahaku untuk mengelabuhi mereka gagal total.

“Iya Dave, itu kiss mark bukan bekas gigitan semut. Tapi siapa yang melakukannya?” Tanya Amanda curiga. Aku tidak tahu harus jawab apa, kalau aku jawab Allan pasti mereka bakalan terkejut dan Allan akan mengira aku mengada-ada.

“Oke fine. Ini memang kiss mark, tapi aku belum bisa ngasih tahu kalian siapa orang yang melakukannya,” jawabku kesal.

“Is he Allan?” Tanya Chloe curiga, dia mengalihkan pandangannya ke kembarannya tersebut. Allan langsung bingung.

“What do you mean Chloe love?” Tanya Allan bingung.

“Don’t try to pretending Allan!” sahut Chloe cepat, “Kemarin kamu kan yang dateng ke acara party anniversarynya Jeremy bareng Dave? Mungkin aja kamu yang ngelakuin itu. Karena aku yakin banget Dave bukan tipe cowok gampangan yang mau di cipok orang sembarangan,” selidik Chloe.

“Oh you must be kidding me! Gue nggak mungkin ngelakuin hal itu,” jawab Allan gusar.

“Yeah maybe. Mungkin kalau dalam keadaan sadar itu nggak mungkin. Tapi kalau dalam keadaan mabuk?” Tanya Chloe, dan semua mata kini berpindah melihat Allan dengan penuh curiga. Allan lagsung salah tingkah.

“Oke..oke stop it. It’s not Allan, okay?” aku menghirup masuk oksigen ke dalam rongga hidungku, “There are someone. Someone that I can’t tell,” sergahku karena keadaan sudah semakin kacau. Aku tidak mau Allan disalahkan. Karena ini bukan sepenuhnya kemauannya. Dia melakukannya dalam keadaan tidak sadar.

“Kamu harus ngasih tau kita Dave!” bujuk Amanda.

“Oke. Not this time,” aku menghela nafas sebetar, “But someday,” jawabku cepat, lalu pergi meninggalkan mereka.

___

“Jadi, yang ini dikali ini baru hasilnya dibagi yang ini?” Tanya Allan padaku. Aku mengangguk cepat sambil terus mengerjakan tugas biology milikku. “Hasilnya 23?” dia menunjukan hasil pekerjaannya.

“Yep,” Jawabku cepat. “Sekarang kamu lanjutin ngerjain soal nomor dua belas yah!” perintahku, kuberikan buku miliknya.

“Hadduuuhh, bisa ngak sih Dave yang ini di skip dulu? Otak gue udah panas banget nih,” keluh Allan. Dia menarik bantal untuk menutupi wajahnya. Hari ini memang aku dan dia sedang belajar bersama dikamarku. Dia mendapat tugas yang lumayan banyak untuk mengejar materi agar dia bisa lulus uji coba akhir semester ini.

“Nggak bisa. Sekarang kamu kerjain yang ini. Cepetan!” perintahku sambil menarik bantal dari wajah Allan. Tiba-tiba dia mendorong bantal tersebut hingga mengenai dadaku dan membuat aku jatuh terbaring di atas kasur, dan tubuhnya kini mendarat diatas tubuhku. Membuatku merasakan beban tubuhnya yang lebih berat dariku.

“Nggak mau. Gue mau ngerefresh otak gue yang udah panas ini,” pintanya. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti diatas wajahku. Dan posisi badan kami menempel, hanya saja bagian dada kami terpisah karena ganjalan bantal tersebut.

“Yaudah terserah kamu itu sih. Kalau kamu mau nggak lolos uji coba, silahkan saja lakukan semaumu,” jawabku ketus. dia makin mendekatkan wajahnya di depan wajahku.

“Yah Dave. Ayolah, gue cuman butuh me-refresh otak aja. Dari tadi gue udah ngerjain chemistery, terus physic, nah sekarang masih harus ngerjain math. Otak gue udah panas Dave. Gue butuh penyegaran biar otak gue gak meledak,” aku menghirup aroma mint yang keluar dari mulutnya, dan dia terlihat benar-benar kelelahan.

“Oke. Tapi kamu janji abis itu kamu mau ngelanjutin ngerjain kan?” dia mengangguk antusias. “Oke, memangnya kamu mau ngapain?” kugeser sedikit badanku yang lumayan sakit karena tubuh Allan berada diatas tubuhku.

“Ehm apa yah? Ke mall?” aku langsung menggeleng cepat, “Nonton?” aku menggeleng lagi, “Sport station?” untuk ketiga kalinya aku menggeleng, “Terus kemana donk? Gue pengen ngelemesin otot gue yang udah seminggu ini gak gerak gegara harus full ngerjain tugas. Padahal besok week end, tapi kenapa gue musti belajar terus?” aku hanya bisa tersenyum mendengar keluhannya. Selama seminggu ini dia memang selalu pulang malam. Karena seusai pulang sekolah pasti dia akan kerumahku untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru kami. Bedanya, tugas miliknya itu lebih banyak dua kali lipat, karena dia memang harus mengejar materi.

“Kamu harus ngelakuin sesuatu yang bikin otak kamu segar tanpa keluar dari rumahku,” jawabku.

“Apa donk? Main game?” lagi-lagi aku menggeleng, “Terus apa? Ahh iya, gimana kalo renang? Lo ada kolam renang kan?” aku  mengangguk pasti, “Oke sekarang kita renang,” lalu dia bangkit. Aku menghela nafas panjang setelah tubuhnya beranjak dari atas tubuhku. “Ayooo Dave!” ajaknya sambil menarik tanganku.

“Nggak mau. Aku mau ngerjain tugasku aja. Kalau kamu mau renang, renang aja sendiri. Atau ajak Amanda sana! Dia pasti lagi tidur kalo jam segini,” saranku. Namun dia tetap memegangi tanganku.

“Ogah. Gue maunya sama elo. Sekarang bagun!” dia menarik tubuhku cukup kencang, membuat aku langsung terduduk. Namun tiba-tiba dia merendahkan badannya. Dan seketika itu tubuhku langsung terangkat. Dia menganggkat tubuhku dan ditaruh di pundaknya. Membuat kepalaku berada di posisi terbalik.

“Allan turunin nggak!!!” hardikku. Sambil memukuli punggungnya. Namun dia terus menggendongku hingga keluar kamar.

“Nggak mau, sebelum lo bilang iya,” jawabnya.

“Oke..oke..iya aku mau,” jawabku cepat, karena di gendong dengan posisi seperti ini benar-benar menyiksa. Lalu dia menurukan tubuhku. Aku langsung menatap sebal ke arahnya.

“Ayoo turun!” dia menarik tanganku menuruni tangga. Kolam renangku memang terletak di bagian belakang rumahku, jadi kami harus turun.

Ketika sampai di kolam renang, dia langsung menarik ke atas kaosnya, lalu menurunkan denim hitam miliknya hingga hanya menyisakan celana boxernya saja. Lalu dia langsung terjun ke dalam kolam. Sedangkan aku masih berdiri di pinggiran kolam sambil terus mengamatinya. “Ayooo Dave turun!” ajaknya ketika muncul ke permukaan.

“Nggak ah aku males,” jawabku senaknya.

“Lo kan udah janji Dave. Oh atau lo mau gue paksa masuk ke kolam?” tanya Allan, atau lebih tepatnya sebuah ancaman.

“Oh.ooh nggak usah nggak usah. Biar aku masuk sendiri deh,” jawabku terpaksa. Lalu aku melepas kaosku, dan menyisakan shortpants milikku, lalu aku terjun ke dalam kolam.

Ku keluarkan kepalaku dari dalam air, dan kucoba untuk mencari keberadaan Allan. Namun dia tidak terlihat, “Allan..” panggilku, “Allan..” panggilku sekali lagi, “Kamu di ma…” tiba-tiba tubuhku serasa ditarik ke bawah. Di dalam air aku bisa melihat kalau orang itu adalah Allan. Dia tersenyum ke arahku. Lalu tubuhku diangkat naik olehnya. “Hhhhhaaapppp…hhaaaappp,” nafasku tersengal ketika keluar dari air. Kurasakan rongga telingaku juga kemasukan air, begitu juga hidungku yang terasa panas akibat kemasukan air.

“Hahaha..hah..ha…” tawanya hilang ketika dia melihatku yang tersiksa karena tingkah lakunya. “Lo nggak apa-apa Dave?” tanyanya cemas, aku menggeleng cepat. Lalu aku berenang menuju ketepian kolam, dan keluar dari dalam kolam renang. Kemudian aku langsung berbaring di pinggiran kolam tersebut. “Kamu beneran nggak apa-apa Dave?” tanyanya sekali lagi sambil berenang ke tepian kolam. Aku hanya diam sambil mengatur nafasku. Lalu aku duduk. Ku pukul pelan kepalaku dengan tanganku, dan aku merasakan kalau ada air di rongga telingaku. Aku mengambil air dengan telapak tanganku lalu memasukkannya kedalam rongga telingaku, kemudian dengan cepat kumiringkan kepalaku, agar air itu mengalir keluar dari rongga telingaku. Kupukul pelan kepalaku sekali lagi. Sepertinya air itu sudah keluar.

“Sorry yah Dave,” kata Allan penuh sesal. Aku hanya menatapnya. “Gue kira gak bakal kayak gini kejadiannya,” tambah Allan sekali lagi. Aku menggeleng cepat. Lalu aku bangkit. “Mau kemana?” tanya Allan.

“Mau ke ruang bilas,” jawabku, karena aku sudah tidak mood lagi untuk melanjutkan berenang.

“Gue ikut,” kata Allan, lalu dia berjalan di belakangku. Ketika sampai di ruang bilas aku baru sadar kalau ruang bilas di rumahku itu tempatnya terbuka. Jadi kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh orang lain di ruangan ini. Lalu aku mundur.

“Lho, mau kemana?” tanya Allan bingung.

“Ehm aku mau bilas di kamar mandi aja, kamu disini aja yah!” namun Allan menahanku.

“Udah sih nggak apa-apa. Kita kan sama-sama cowok,” jawab Allan. Lalu dia menarik tubuhku masuk.

“Kamu lupa yah kalau aku itu gay?” Allan menatapku bingung.

“Terus?”

“Yah, kamu nggak tau kalau aku itu tertarik sama laki-laki? Kamu nggak takut kalau bakalan terjadi apa-apa?” tanyaku sekali lagi.

“Gue percaya kok kalo lo ngak bakalan ngapa-ngapain gue. Lagian kalo sampe itu terjadi juga gak masalah kok, gue anggep itu pengalaman,” aku langsung menatapnya tak percaya, “Hehehe becanda kok. Yaudah sekarang kita bilasan!” katanya. Lalu dengan cueknya dia memelorotkan boxernya di depanku. Sekilas aku bisa melihat kemaluannya yang dihiasi bulu halus, namun aku langsung berbalik membelakanginya. Tak lama kemudian terdengar air yang jatuh dari shower. “Lo gak bilasan?” tegur Allan yang langsung membuatku kikuk. “Udah gak apa-apa. Gue gak bakalan ngapa-ngapain lo kok,” lanjutnya.

Entah kenapa aku seperti terhipnotis oleh perkataannya, aku menuruti perkatannya. Ku turunkan shortpants milikku, lalu aku berjalan ke arah shower yang berseberangan dengan shower yang di pakai Allan, sehingga posisi kami tetap saling membelakangi. Ku putar knop kran shower lalu air langsung mengguyur tubuhku. Ketika aku sedang menyabuni tubuhku tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh punggungku, “Gue bantu nyabunin punggung lo yah, pasti lo susah buat nyabunin bagian ini,” aku tahu itu Allan. Tapi kenapa dia berbuat seperti ini? Apa dia benar-benar melakukannya karena dia menyukaiku? Entahlah. Yang jelas aku sekarang hanya bisa menikmati apa yang sedang dia lakukan kepadaku. “Badan lo mulus banget. Kayak cewek. putih lagi,” lanjutnya. Aku masih tetap tidak menjawab omongannya. Aku hanya menikmati perhatian dan sensasi yang dia berikan padaku,

Could it be love, Could it be Love,

Could it be, Could it be, Could it be love,

Could it be love, Could it be love,

Could this be something that I ever had,

Could it be love,

Suara merdu Amanda terdengar hingga ke ruang bilas, karena memang studio kecil milik Amanda yang berada di lantai 2 menghadap ke arah kolam renang. Dan reff lagu itu seakan mewakili perasaan hatiku saat ini yang bertanya apakah yang dilakukan oleh Allan itu atas dasar cinta? Cinta yang dulu pernah kurasakan saat aku mencintai Chris, dan saat aku dan Steffano berpacaran.

“Itu suara Amanda yah?” tanya Allan yang hanya ku jawab dengan anggukkan. “Lumayan bagus yah,” sekali lagi aku hanya menganggukkan kepalaku, “Sekarang gantian yah, lo sabunin punggung gue juga!” lanjutnya, “Dave,” suara Allan menyadarkanku, namun aku masih terdiam tak bergeming, lalu dia memutar tubuhku, “Tunggu apa lagi?” katanya ketika badanku dan badannya berhadapan, kemudian dia memutar tubuhnya membelakangiku.

Aku seperti orang yang sedang dihipnotis, aku menuruti apa yang Allan perintah tanpa menanyakan alasan apapun padanya. Ku sabuni punggungnya yang lebar tersebut. Punggung Allan memang lebar, tidak seperti punggungku yang kecil. Ku sabuni punggungnya hingga turun ke area pantatnya yang agak gempal. Allan memang mempunyai tubuh ideal, tidak sepertiku yang kurus. “Udah?”

“Udah,” jawabku singkat. Lalu dia memutar tubuhnya, membuat badan kita saling berhadapan, dia mengulas senyuman tulus, lalu dia meraih knop shower tersebut. Tak lama air turun dan menyiram tubuh kami berdua. Aku masih belum berani menatap ke bawah, karena pasti aku akan melihat kemaluanya. Bukannya aku mau munafik, tapi aku tidak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Aku baru mengenalnya selama 2 minggu lebih, tapi kenapa dia melakukan hal-hal seolah-olah kita sudah akrab? Apa mungkin dia tipe orang yang mudah akrab? Atau ini hanya perasaanku saja? dan masih banyak kesimpulan yang masih belum pasti. Dia tersenyum ke arahku, “Yuk kita udahan!” dia berjalan menghampiri rak handuk. Langkahnya panjang yang membuat kedua belah pantatnya naik turun. Sumpah, ada sensasi tersendiri ketika melihatnya. Kurasa pantatnya dia itu pas, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Serasi dengan ukuran tubuhnya. Kok aku jadi ngomongin pantat sih? yasudah lupakan saja!

___

Monday. Hari ini adalah hari senin. Hari dimulainya aktivitas rutin setelah kita menjalani weekend. Dan sekarang aku sudah selesai mandi, ku pakai seragamku, ku lihat dari kaca kalau kiss mark yang Allan tinggalkan sudah mulai memudar. Aku sebenarnya sebal dengan kulitku yang terlalu putih untuk ukuran anak laki-laki. Membuat apa pun yang menempel di kulitku terlihat sangat jelas. Setelah aku selesai mengenakan seragamku, aku berjalan menuju kursi. Di situ sudah ada jas dan juga tas ku. Kuambil keduanya, lalu aku keluar kamar. Namun aku melupakan sesuatu. Aku masuk kembali ke dalam kamar dan mengambil kalungku yang tergeletak di atas meja belajarku. Kalung itu adalah kalung yang diberikan oleh Chris kepadaku. Entah kenapa aku ingin mengenakannya. Semalam aku ke toko accessories untuk mengganti tali kalung tersebut karena sudah terlalu kecil dan hampir mencekik leher. Ku kalungkan kalung tersebut melalui kepalaku.

“Dave,” panggil Amanda dari bawah. Aku langsung keluar kamar dan menutup pintu kamar.

“Iya Nda,” teriakku dari atas, kulihat dari balkon ternyata dia sudah menungguku. Aku mempercepat langkahku menuruni anak tangga.

“Lama banget sih. ayo berangkat! udah jam berapa nih,” gerutu Amanda kesal begitu aku sampai di bawah.

“Oke..oke. sorry,” jawabku, dia melangkah terlebih dulu lalu aku menyusulnya keluar rumah menuju mobilku. Hari ini Mamah dan Papah masih di New York. Dan rencananya mereka baru pulang ketika hari ulang tahun Amanda. Yaitu seminggu lagi.

Ku tekan tombol start engine pada mobilku, lalu kami keluar dari rumah. Kita tidak melakukan obrolan apapun selama di mobil, karena aku fokus menyetir sementara Amanda sedang asyik dengan Iphonenya. “Kayaknya ada yang beda deh Dave dari kamu hari ini. Tapi apa yah?” tegur Amanda memulai perbincangan, dia mengetukkan jari telunjuknya pada dagunya. “Ahh iya. Rambutmu. Kamu nggak nyisir rambutmu yah?” aku langsung melihat ke spion yang berada di atas kepalaku, dan aku baru sadar kalau rambutku belum di sisir.

“Oh iya, aku lupa. Pasti aneh yah?” tanyaku.

“Enggak kok. Bagus. Malah ada kesan dirty boynya,hehehe,” jawab Amanda. Namun ketika aku hendak menjawab omongan Amanda tiba-tiba mobilku berhenti mendadak. “Lho kenapa Dave mobilnya?” tanya Amanda panik.

“Nggak tau Nda,” jawabku bingung. Ku tekan berkali-kali tombol start engine tapi hanya menyala sebentar lalu mati lagi mesinnya. Apa mobil ini mogok? Kalau iya berarti tamatlah riwayatku. Aku sama sekali tidak tahu soal permesinan. Aku dan Amanda turun dari mobil. Lalu aku buka cap depan mobilku.

“Ngapain Dave?” tanya Amanda. “Kayak kamu tau aja soal permesinan. Kamu kan cuman expert di mata pelajaran aja. Soal permesinan, nilaimu nol besar Dave,” inilah Amanda. Terkadang dia memang menjengkelkan.

“Ehm kali aja aku tau penyebabnya kenapa mobil ini bisa mati,”

“Nggak mungkin bisa,” jawabnya cepat, aku benci dengan sikap prejudice yang dia miliki. Tapi entah kenapa aku tidak bisa marah padanya. “Mau kamu simpulin pake rumus apa? pake dalil phytagoras? Atau rumus senyawa kimia? Oh atau mungkin pake teori big bang?” lanjut Amanda dengan nada mengejek. Aku tidak mau memperdulikan apa yang dia bicarakan, karena memang apa yang dia bicarakan itu tidak masuk akal. Akhirnya aku terus melanjutkan kegiatanku mengamati mesin mobil yang aku sendiri tidak tahu sama sekali.

Tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti di samping mobilku, “Kenapa mobil kamu Amanda?” tanya seseorang. Ternyata itu Dylan, teman club vocal Amanda.

“Eh Dylan. Ini nih mobil Dave mogok, aku jadi telat deh nanti,” jawab Amanda dengan nada yang di dramatisir. Ternyata gak sia-sia dia masuk klub drama musical, karena aktingnya sangat pandai. Melebihi Olga Syahputera dalam film banci yang tertukar.

“Yaudah ikut aku aja yuk!” ajak Dylan. Tanpa berpikir dua kali dia langsung menaiki bangku belakang motor Dylan. “Dave aku duluan yah, bye,” katanya dengan senyum tersungging dan penuh rasa tak bersalah. Amanda memang curang. Dia tidak pernah ingin susah. Motonya dia dari dulu tetap sama. Sehidup tapi tak semati. Senang dirayakan bersama, tapi kalo susah, itusih De El. Itulah moto hidup Amanda. Dia mana mau bersusah-susah ria. Akhirnya tinggalah aku sendiri meratapi nasibku. Ya Allah kirimkanlah malaikatmu untuk membantuku menangani mobil ini. Atau paling tidak ada yang mengantarkanku sampai ke sekolah, batinku.

Dan tak lama doaku sudah terkabul. Sesosok cowok menggunakan motor berhenti di samping mobilku. Dia menarik kaca helmnya ke atas, dan terlihatlah matanya. “Allan?” seruku tak percaya. Dia turun dari motornya, lalu melepas helmnya.

“Kenapa mobil lo?” tanya Allan.

“Euhhh anu. Aku ngak tau, tiba-tiba aja mogok,” jawabku seadanya. Dia lalu mengamati mesin mobilku.

“Mesinnya bagus kok, nggak ada yang rusak,” kemudian dia beralih ke bagian kemudi, “Pantesan aja mogok, orang bensinnya abis,” aku langsung memasang tampang terkejut lalu aku ikut mengecek ke parameter bensin tersebut. Dan ternyata benar, jarum parameter tersebut mengarah ke tulisan E, yang berarti Empty. Bisa-bisanya aku nggak ngecek bensin terlebih dahulu. Hari ini benar-benar memalukan. Ku lihat Allan mengamatiku dengan pandangan terkejut. Apa ada yang aneh denganku? Batinku. “Yaudah, lo bareng gue aja!” sarannya.

“Terus mobilnya gimana?” tanyaku.

“Biar gue suruh orang bengkel mobil langganan Chloe bawa pertamax kesini, bengkelnya deket kok dari sini,” aku menurut. Kuambil tas milikku yang kutaruh di bangku belakang mobilku. Lalu aku menutup pintu mobil tersebut. Ku tekan tombol locked. “Mana remotenya?” aku memberikan remote tersebut pada Allan. Dia menatapku sekali lagi, lalu tersenyum lebar ke arahku kemudian mengenakan kembali helmnya. Kenapa dia tersenyum seperti itu kepadaku? Apa yang kulakukan padanya sampai-sampai dia terlihat begitu bahagia? “Buruan naik!”tegurnya mengagetkanku. Tanpa diperintah untuk kedua kali aku langsung menaiki jok belakang motor Allan.

“Sejak kapan kamu punya motor?” tanyaku, karena yang aku tau biasanya dia selalu berangkat sekolah bareng Chloe.

“Sejak hari ini. Papa sengaja beliin motor BMW ini buat gue,” jawab Allan. “Udah siap?” tanya Allan.

“Udah,” jawabku singkat. Tapi bukannya langsung jalan dia malah menarik tanganku untuk memeluk perutnya. Ketika kedua tanganku sudah memeluk perutnya barulah dia menjalankan motornya.

Allan itu beneran gila. Dia mengendarai motornya sangat kencang. Membuatku makin mengencangkan pelukanku pada perutnya. Dan membuatku ketakutan. Di jalan aku hanya bisa membenamkan wajahku di punggungnya, dan memejamkan mataku karena aku takut.

“Udah sampe Dave,” suara Allan menyadarkanku kalau ternyata kita sudah sampai di halaman parkir sekolah. Aku menengadahkan kepalaku, melihat ke sekitarku. Ternyata benar, kita sudah sampai. Aku melepas pelukanku dari perut Allan, lalu beringsut turun dari motornya.

“Sorry kalau tadi terlalu kenceng, abis gue takut lo telat masuk,” katanya, sekali lagi dia menampakkan senyuman tulusnya ke arahku. Membuat aku semakin bingung.

“Kamu tadi jadi ngasihin remote mobilku ke bengkel mobil langganan Chloe?” karena aku sepertinya tidak merasa kalau kami tadi mampir di bengkel terlebih dahulu.

“Udah. Makanya jangan merem terus, jadi lo gak tau deh kalo tadi kita sempet berhenti sejenak buat ngasih remote mobil lo ke orang bengkel,” jawab Allan. “Yaudah yo masuk!” ajak Allan dengan menggandeng tanganku. Aku pun hanya mengikutinya dari belakang.

                                                                           ___

“Mana sih mereka, kok belom dateng juga,” kata Allan, sambil melihat ke arah sekitar kami. Sekarang kami sedang duduk di salah satu sudut ruangan Jiscaf, sambil menunggu kedatangan Amanda, Cassie dan Chloe.

“Sabar aja sih Lan. Mungkin mereka lagi on the way kesini,” jawabku. Aku menyeruput ocha yang tadi ku pesan. “Amanda mungkin masih di ruang drama musicalnya, Cassie pasti masih ganti di ruang cherio, kalau Chloe aku gak tau deh. Tadi kan dia keluar sama Belinda pas kita mau ke homeroom Geology,” lanjutku.

“Iya, tapi kan ini udah jam istirahat. Emangnya mereka gak istirahat apa?” dia melirik ke jam tangannya. Lalu dia mengeluarkan sebungkus rokok Marlboro menthol dari dalam saku jasnya.

“Allan, udah aku bilang berapa kali kalau ngerokok itu gak baik. Lagian ini masih di lingkungan sekolah lho, kalau ada yang lihat terus ngadu ke Mr.P gimana? Aku gak mau yah reputasi kamu di masa uji coba ini menurun cuman gara-gara itu,” kataku menunjuk bungkus rokok di tangannya.

“Oke,” dia membuang rokoknya ke dalam tong sampah yang cukup dekat dengan kami. Aku kaget melihat apa yang dia lakukan, karena aku kira dia akan menyimpannya untuk nanti. Kemudian dia menaruh  tangan kananya di bawah dagu dan menatapku lekat, dan dia memberikan senyuman lebar ke arahku. Senyuman itu sama dengan senyuman yang tadi pagi yang dia berikan kepadaku. Aku jadi salah tingkah di perhatikan seperti itu. Maksud dia apa sih bertindak seperti itu?

“Hoolllaaaa,” seru Cassie yang datang bersama Elaine, mereka masih mengenakan seragam Cherio-nya. Lalu mereka duduk di sebelah Allan. “Udah lama nunggu kita?” tanya Cassie.

“Nggak kok, baru sekitar,” aku melihat ke arah jam tanganku, “15 menit lah,” lanjutku.

“Owh,” jawab Cassie singkat, lalu dia mengambil dan membolak-balikkan buku menu yang ada diatas meja. Ku lihat Allan masih dalam posisi yang sama. Menopang dagunya sambil melihat ke arahku. Serta, sesekali dia tersenyum ke arahku.

“Kamu naksir sama Dave yah Lan?” tegur Elaine yang sepertinya memperhatikan sikap Allan. “Ngelihatinnya sampe kayak gitu,” lanjut Elaine.

“Iyah,” jawab Allan yang spontan. Membuatku kaget dan mereka mengalihkan pandangan ke arahnya, “Hehehe nggak kok becanda,” lanjutnya, lalu dia mengubah posisi duduknya. Kami langsung menatapnya dengan tatapan konyol.

“Haaaayyyyyyyyyy…” Teriak Chloe yang datang bersama Belinda. Dia berlari kecil ke arah meja kami, lalu mereka duduk di sampingku.

“Where have you been Chloe love?” tanya Allan begitu mereka duduk.

“Nothing. Cuman tadi lagi ngebahas soal rancangan baru buat acara Jakarta fashion week bulan depan. Dan kita udah nemuin siapa model cowok yang cocok,” jawab Chloe sambil cengar-cengir.

“Siapa?” tanya Allan.

“Zavan. Belinda’s twins,” jawab Chloe antusias.

“Wait..wait..wait, Zavan itu yang suka jadi cover di majalah Amazteen kan?” tanya Elaine. Chloe mengangguk cepat, “Waahhh kok bisa? Kemarin kita sempet ketemu lho di studio, waktu itu dia lagi mau pemotretan buat ngisi page male fashion, dan aku di page female fashionnya,” lanjut Elaine. FYI. Elaine ini adalah model dari beberapa cover majalan teenagers dan juga suka mengisi halaman depan di majalah bulanan sekolah. Dia dan Chloe sering masuk kategori fashionista yang isinya tentang segala macam hal yang berbau fashion.

“Owh jadi kamu pernah ketemu dia yah?” tanya Belinda, yang dijawab anggukkan oleh Elaine. “Jadi nanti kalian udah gak kikuk lagi, soalnya kan kamu nanti jadi salah satu model ceweknya disitu,” lanjut Belinda.

“Iya lah. Anaknya asik kok, walaupun kadang-kadang omongannya porno,hehehe” jelas Elaine.

“Denger-denger dia gay kan?” sambung Cassie.

“Yep. He is gay. And I love my gay twins,” jawab Belinda penuh kebahagiaan.

“Taaarrrraaaaaaaa,” teriak Amanda begitu sampai di dekat kami. Membuat kami memandangnya dengan tatapan aneh.

“Lo kenapa sih Nda? Pake acara teriak-teriak segala, kita gak budeg kali,” interupsi Cassie.

“Aku punya kabar gembira buat kalian,” lanjut Amanda.

“Apaan emang?” tanya Chloe dan Cassie bersamaan. Namun Amanda hanya menunjukkan sebuah tiket bertuliskan Hitam Putih yang di ambil dari kantong jas seragamnya. “Apaan tuh?” lanjut Cassie.

“Ini tiket nonton hitam putih. Aku diundang buat jadi tamu di acara itu,” Katanya antusias. “Dan ini aku mau kasih gratis buat kalian,hehehe” lalu dia menyerahkan tiket satu persatu pada kami.

“Kok bisa? Emang lagi ada acara apaan sih?” tanya Allan.

“Ehm jadi besok kan mau ngangkat tema Drama musical, nah karena kemarin sekolah kita kan menang juara satu tingkat nasional lomba drama musical, maka dari itu mereka ngundang aku ke acara itu. Tapi ada juga perwakilan dari beberapa sekolah lainnya sih. Dan yang paling bikin aku bahagia bukan itu,”

“Apaan emang?” tanya Chloe penasaran.

“Nanti aku bakalan nyanyi bareng Mikha Angelo,” serunya antusias sambil menari-nari ala Miley kesurupan , “Dia juga bakalan jadi tamu disitu,”

“Horrreee,” seru kami bersamaan sambil bertepuk tangan kecuali Cassie. Entah kenapa aku merasa kalau hari ini Cassie tidak seperti biasanya. Dia seperti menyembunyikan sesuatu dari kami. Tapi aku juga masih bingung itu apa.

“Halah, si Mikha itu kan yang nyanyi kayak orang ngantuk,”sela Cassie.

“Yeeee biarin. Yang penting dia terkenal,” jawab Amanda sinis. “Oh Mikha, come to mama!” lanjut Amanda dengan nada yang di dramatisir.

“Tetep aja bikin ngantuk,”sahut Cassie.

“Enggak donk,”

“Iya,”

“Enggak,”

“Iya,”

“Haadduuuhh udah deh. Kalian kok jadi berantem gini sih,” leraiku.

“Tau ih. Kayak anak kecil aja,” lanjut Allan. Lalu mereka berhenti saling berdebat dan sibuk dengan fikiran masing-masing.

“Chloe, Wu pla  na chii, leh ji~, Fuh pa pu seh, La ma nii,” kata Belinda yang membuat kami semua mengerutkan dahi.

La kah reh, li rey wee gih leh bya,” jawab Chloe, yang makin membuat kami bingung.

“Oke, Papoy,” sahut Belinda, dia melambaikan tangan pada kami lalu dia pergi meninggalkan meja kami.

Papoy,” kata Chloe sambil melambaikan tangannya pada Belinda.

“Kalian ngomong apaan sih?” tanya Allan.

“Iya, kalian pada ngomong bahasa alien yah?” sambung Amanda.

“Ney-ney-ney. Coba kalian tebak itu bahasa apa!” perintah Chloe.

“Bukannya itu bahasa minions yah?” celetukku. Karena setahuku itu memang bahasa minion yang aku tonton di film Despicable me.

“Yep. Bener banget. Ternyata kamu gak cuman update di mata pelajaran yah Dave, kamu juga update soal film juga. Gak kayak mereka tuh,” kata Chloe sambil mengarahkan bola matanya ke arah Cassie dan Amanda.

“Ngapain juga update soal hal gak penting kayak gituan,” jawab Cassie.

“Kamu kenapa sih Cass? Dari tadi marah-marah terus, kamu lagi ada masalah?” sergahku, karena aku makin curiga dengan sikapnya. Namun Cassie menggeleng cepat.

“Nggak kok, gue gak ada masalah. Gue baik-baik aja,” jawabnya sambil tersenyum. Lalu kami melanjutkan obrolan sambil makan siang.

___

“Haddduuuhhh gue pusing banget. Masa hari ini gue harus berkali-kali remed. Pertama gue remed math cuman gegara salah 2 soal. Terus remed Bahasa. Tapi yang lebih menyakitkan itu ketika gue udah berusaha semaksimal mungkin buat ngerjain chemistery tapi masih harus remed cuman gara-gara ada satu tipe-x doank,aarrrrgghhh,” gerutu Allan, begitu kita sampai di rumahku. Dia langsung melepas jas dan seragamnya. Meninggalkan kaos singlet dan celananya saja. Lalu dia berbaring di atas tempat tidurku.

Hari ini dia harus belajar besamaku lagi, hingga 2 bulan ke depan. Tadi sebelum pulang kami mampir ke Gramedia pusat yang berada di daerah matraman untuk membeli buku penunjang untuk Allan belajar. Aku melepas jaketku dan mengganti baju seragamku dengan kaos. Kemudian aku menghampiri Allan yang sedang memejamkan matanya. Ku keluarkan buku yang tadi kubeli. “Lagian kamu ngerjain rumus chemistery pake ada tipe-xnya  segala. Yah jelas disalahin lah,” jawabku. Kogoyangkan badan Allan. “Ayok kita kerjain tugas remed kamu!” tubuh Allan menggeliat malas. Lalu dia membalikan badannya menjadi posisi tengkurap. Aku pun melakukan hal yang sama.

“Kita mulai dari mana?” tanya Allan malas.

“Ehm kita mulai dari remedial kamu yang kemarin aja. Bahasa,” jawabku. Lalu aku membuka tugas Allan yang kemarin. “Oh ya, buku panduan bahasamu mana?” tanyaku.

“Di dalam tas,” sahut Allan.

“Ambil donk!” perintahku. Lalu Allan bangkit dengan malas, dia meraih tasnya lalu mengambil buku panduan bahasa. Namun ketika dia membalikan badannya ke arahku tiba-tiba liontin kalungnya menempel ke liontin kalungku yang ternyata keluar dari lingkar kepala kaosku. Dan itu membuat kedua liontin itu menyala, sekaligus membuatku kaget dan bertanya-tanya. Apakah ini kalung yang dulu Chris berikan padaku? Apakah dia adalah Chris? Aku mengalihkan padanganku ke wajah Allan yang sedang mengamati liontin tersebut, hingga akhirnya pandangan kami bertemu. Allan menatapku lekat. Membuatku menelan ludahku, tatapannya semakin tajam ke arahku. Perlahan dia memajukan wajahnya ke arahku.

Ya Tuhan, apa yang akan Allan lakukan? Kenapa dia semakin mendekat ke arahku? Dan saat ini posisi wajahnya tinggal beberapa senti di depan wajahku. Jangan Allan jangan! Kumohon jangan cium aku! batinku. Aku langsung menutup kedua mataku begitu wajah Allan sudah sangat dekat dengan wajahku. Bahkan, aku bisa merasakan terpaan angin yang keluar dari rongga hidungnya. Dan kini kurasakan ujung hidungnya menempel ke ujung hidungku. Ku mohon Allan, jangan lakukan ini padaku! ucapku dalam batin.Namun aku merasa kalau wajahnya semakin mendekat, karena hembusan nafasnya mengenai bagian atas bibirku.

-To Be Continued to Perkamen Seventeen-

Good morning. Udah pagi kan? *celingak-celinguk*

Aku cuman mau ngucapin terima kasih buat semua yang udah komen di chapter sebelumnya dan buat para SR yang akhirnya insyaf. Chapter ini sengaja belum aku protec karena aku ingin melihat reaksi kalian terlebih dahulu. Kalau kalian masih gak mau komen dan komennya gak sebanyak chapter kemarin, siap-siap aja gak di lanjut. Toh cerita ini gak bagus-bagus amat,hahaha

Buat 10 Komentator pertama bakalan aku kaih hadiah. Hadiahnya apa? tentu saja cerita. Tapi cerpen, cerpen yang di bilang karya terbaikku -padahal biasa aja- dan udah pernah di post dulu. Tapi aku mau ngedit beberapa bagian cerpen itu untuk selanjutnya aku persembahkan sebagai hadiah buat kalian. Horeeee… *keprok-keprok*

Jadi buat 10 komentator pertama siap-siap yah. Karena aku ngepost cerpenku besok,hehehe.

Oh ya buat yang mau ikutan lomba cerpen di tunggu lho yah! jangan sampe telat!hahaha

Gak bosan-bosannya aku mau bilang sorry kalau ada typo -walaupun itu udah ciri khasku- dan sorry juga kalau ada kesalahan lainnya.hehehe

JANGAN LUPA KOMEN!!!

Yours Truly

Onew Feuerriegel

NB : lirik lagu diatas sengaja aku rubah bagian ‘Never’ jadi ‘Ever’, jadi itu bukan typo. karena emang itu mewakili perasaan Amanda sendiri.

129 komentar di “Floque – Perkamen 16

  1. goooo lanjutin dong perkamen 17 penasaran… jadi allan itu chriss…. tp knp allan belaga lupa ya? apa karna dia kepentok batu kepalanya waktu itu

  2. ╯╰ĦǎäƉėêħ╯╰  . . . Ђαϑϱђ (¬˛¬)
    Makin bigung gw (┎ ‘_’ ┒)
    Tapi kok gw ngerasa dia bukan chris ya atau cuma perasaanku aja, maybe kalung chris jatuh kecebur got n allan lagi main comberan n nemu tuh kalung , who knows kan ????

Tinggalkan komentar